Berbicara mengenai budaya Indonesia memang tidak akan ada habisnya. Beraneka macam keragamannya mulai dari agama, suku, etnis, adat, tarian dan masih banyak lagi. Sudah sepantasnya budaya bangsa kita jaga dan lestarikan dari generasi ke generasi. Namun, kebudayaan seperti apa yang harus kita lestarikan ?
Rokok, kini telah membelenggu seluruh lapisan masyarakat hingga mengakar kuat dalam budaya kita. Bukan hanya orang dewasa saja, namun kini rokok juga sangat akrab dikalangan anak, khususnya para remaja. Dilansir dari data Kemenkes RI, saat ini Indonesia menempati posisi ketiga dengan jumlah perokok terbesar di dunia setelah China dan India.
Jika diilihat dari sejarahnya, Merokok bukanlah kebiasaan asli rakyat Indonesia, melainkan budaya yang diperkenalkan oleh orang-orang Belanda pada masa penjajahan, hal ini dituliskan dalam buku Thomas Raffles dengan judul “History of Java”. Tembakau pun bukan tanaman asli Indonesia, melainkan dari Amerika Selatan dan Hindia Barat.
Organisasi Pendidikan Keilmuan dan Kebudayaan PBB (UNESCO) mendefinisikan warisan budaya suatu bangsa, apabila memiliki ciri-ciri orisinal, unik, memiliki nilai-nilai yang diterima di seluruh dunia. Selain itu, warisan budaya juga harus mempunyai nilai kemanusiaan secara menyeluruh dan menyejahterakan orang banyak. Warisan budaya terlahir bukan dari rasa kecanduan, seperti efek candu rokok yang melekat pada diri masyarakat. Dari definisi diatas sudah jelas bahwa rokok bukanlah kebudayaan bangsa, melainkan kebiasaan yang merusak kesehatan, lalu kenapa rokok masih digemari di Indonesia ?.
Jika kita menjadikan rokok sebagai budaya bangsa, hal tersebut tidak akan memberikan keuntungan bagi bangsa Indonesia, melainkan semata – mata hanya akan menguntungkan para industri rokok yang menggunakan sentimen kultural sebagai kedok tanpa memperdulikan kesehatan masyarakat yang mengkonsumsinya.
Dengan lahirnya PP No 109/2012 tentang Tembakau, menyebabkan rokok menjadi tak terkendali di Indonesia. Hal ini yang membuat industri rokok kian merajalela dengan adanya iklan dan promosi yang begitu masif sehingga banyak generesai muda khususnya remaja menjadi pecandu rokok.
Dr HM Subuh, Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P), Kementerian Kesehatan, menyebutkan setidaknya ada tiga penyebab utama mengapa rokok merajalela di Indonesia. Pertama, keserakahan industri rokok baik multinasional maupun nasional. Kedua, iklan dan promosi rokok yang dibiarkan masif. Ketiga, lemahnya komitmen politik di Indonesia.
Dikawasan Asia Pasifik, negara Indonesia adalah satu-satunya negara yang belum meratifikasi konvensi kerangka kerja untuk pengendalian tembakau (Framework Convention on Tobacco Control/FCTC) yang dicanangkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 2003. FCTC diantaranya mengatur promosi atau iklan rokok, melarang perokok merokok di tempat umum, dan membatasi konsumsi rokok dengan menaikkan cukai rokok.
Walaupun tembakau dalam kandungan rokok sudah dinyatakan oleh UU Kesehatan Tahun 2009, bahwa mengandung zat adiktif dan dikukuhkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Namun, lemahnya kemauan politik membuat industri rokok di Indonesia merajalela dan tetap saja berpromosi secara agresif dan persuasif. Oleh karena itu bisa dikatakan Indonesia adalah surga bagi industri rokok dan perokok. Apalagi kini media Televisi, radio, maupun media cetak di Indonesia juga amat haus akan iklan rokok. Ini belum termasuk media luar ruang yang masih tetap diizinkan oleh PP No 109/2012.
Sudah seharusnya kebiasaan merokok harus segera dihentikan karena ada banyak bahaya yang mengancam kesehatan bagi si perokok maupun orang-orang di lingkungan sekitarnya. Mengapa rokok berbahaya ? Dilansir dari healthline, rokok mengandung sekitar 4.000 bahan kimia, seperti nikotin, CO, NO, HCN, NH4, acrolein, acetilen, benzaldehyde,urethane,benzene, methanol, coumarin, etilkatehol-4, ortokresol, dan lain-lain.
Dimana zat – zat tersebut berpotensi besar menyebabkan berbagai penyakit berbahaya. Paling umum mempengaruhi jantung dan paru-paru. Faktor resiko utama serangan jantung, stroke, penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), emfisema, kanker kandung kemih, dan kanker (terutama kanker paru-paru, kanker pangkal tenggorokan dan mulut, dan kanker pankreas), juga menyebabkan penyakit pembuluh darah perifer dan hipertensi.
Untuk menghilangkan budaya merokok di Indonesia, para perokok aktif harus berhenti untuk merokok. Memang sulit jika tidak ada niat dan komitmen, selain itu diperlukan pengendalian diri yang kuat serta komitmen untuk dapat lepas dari lingkaran setan rokok. Beberapa cara yang dapat membantu berhenti merokok yaitu dengan menyibukkan diri dengan kegiatan-kegiatan positif (seperti seni dan olahraga), tidak bergaul dengan perokok, serta terus memotivasi diri dengan keuntungan yang akan didapat jika berhasil berhenti merokok.
Jadi, agar Indonesia menghasilkan generasi penerus yang sehat baik secara fisik maupun psikis dan memiliki masa depan yang cemerlang, sudah seharusnya budaya merokok harus dihilangkan. Lalu dengan banyaknya bahaya yang ditimbulkan oleh rokok, masihkah rokok dianggap sebagai budaya bangsa Indonesia yang perlu dilestarikan ?