Pada suatu malam yang dingin setelah berkegiatan, seperti biasa saya sendiri merehatkan diri sejanak di sebuah kedai kopi sambil menyalakan sebatang rokok kretek lokal. Setelah pesanan datang, saya sengaja menguping beberapa pemuda seumuran yang sedang berdiskusi atau mungkin lebih tepatnya eyel-eyelan tentang rokok filter dan non-filter, mana yang lebih berbahaya?.
Menurut pandangan saya sendiri sebagai mulut asbak semuan rokok oke – oke saja, yang membedakan hanyalah cita rasa tembakau dan kandungan nikotin tentunya. Dibalik kenikmatan sebuah rokok ternyata menyimpan berbagai macam marabahaya terutama bagi kesehatan paru – paru. Lalu dari berbagai jenis rokok, sebenarnya mana sih yang lebih berbahaya? Apakah rokok filter atau mungkin rokok non-filter?
Perbedaan pendapat ini mungkin sudah basi bagi para penghisap rokok. Namun, tak ada salahnya bukan menyebarkan informasi tentunya kepada orang orang yang sama sekali belum pernah mencicipi rokok.
Pada mulanya kurang lebih 50 tahun lalu, beberapa perusahaan rokok membuat lubang-lubang mungil disekeliling rokok. Walaupun dasar ilmiahnya meragukan, perusahaan rokok tersebut mengklaim dengan “banyak ventilasi” lebih halus, lebih sehat, dan menyebut rokok sepeti itu “rendah tar’ serta “ringan”. Lalu akhirnya, para peneliti dari The Ohio State University Comprehensive Cancer Center dan lima universitas lainnya meneliti tentang lubang “ventilasi” dan penggunaan filter pada rokok. Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa lubang lubang ventilasi membuat tembakau terbakar lebih lambat dan pada temperatur yang lebih rendah, yang mengarah pada peningkatan jumlah substansi racun asapnya.
Lalu ini yang terjadi, filter tersebut menghambat sebagian dari nikotin adiktif dan lubang-lubangnya mencampurkan asapnya dengan udara, jadi sebagian perokok menghirup rokok lebih panjang dan dalam untuk mendaparkan nikotin lebih. Hasilnya? Ternyata lebih banyak bahan kimia yang dipaksa masuk ke paru-paru dimana adenocacinomas (sejenis kanker paru paru yang muncul di kedalaman paru paru) justru membuat rokok lebih berbahaya.
“Data kami mengindakasikan adanya kaitan yang konkret antara penambahan lubang ventilasi di rokok dan peningkatan adenocarcinoma paru paru selama 20 tahun belakangan,” Peter Shields, onkologis par-paru dan wakil direktur OSUCC dalam peryatannya di tahun 2017 lalu.
Pernyataan mengejutkan lainnya pun datang, melansir dari Hello Sehat mengatakan bahwa “orang yang merokok tanpa filter 40 persen lebih mungkin terkena kanker paru-paru. Selain itu, mereka juga sepertiga lebih cenderung mengalami ketergantungan nikotin dibandingkan dengan perokok lainnya”.
Bagaimana, sampai sini udah pusing belum ? Jadi begini, ada dua pihak yang menyatakan hal yang berbeda mengenai penggunaan filter rokok. Tapi ada garis merah yang bisa kita diambil, dua pihak tersebut secara tidak langsung sama – sama menyetujui bahwa merokok itu berbahaya.
Terserah kalian mau percaya atau tidak bahwa merokok itu berbahaya dan menggunakan non-filter itu lebih baik ataupun sebaliknya, itu semua kembali pada diri masing-masing. Namun satu yang perlu diingat, bagi para perokok aktif juga harus menghormati orang-orang yang tidak merokok, begitupun sebaliknya. Alangkah indahnya jika dunia percangkrukan dan perngopian nggak melulu membahas pertengkaran klasik tentang baik tidaknya merokok atau berfaedah atau tidaknya filter pada rokok.
Diakhir kata, dibalik perdebatan yang tidak pernah usai tentang dunia rokok ini, bagi saya sih yang lebih berbahaya dari merekok adalah orang yang diam-diam nyolong korek di tongkrong
Penulis : Achmad Afifuddin